Minggu, 20 Agustus 2017

Aku Benci Itu! Tapi Malah Dapat Juara

Assalamualaikum,

Yak yak yak.
Sebenarnya sudah lama sih pengin ceritain ini di blog. But, lupa meleee. Biasa, blog dijadiin tempat nulis kalau lagi mood doang.

So, ini ceritanya sudah kurang lebih hampir tiga tahun yang lalu, tepatnya waktu masih kelas 11 SMA.

Sebelum cerita, aku mau jelasin dulu kalau dari dulu, tepatnya SMP enggak suka banget sama yang namanya MATH. Why?

Dulu, waktu SD sebenarnya jatuh cinta banget sama ni pelajaran. Guampanggg abiezzz menurut aku, tapi itu DULU!!!

Idk why, saat masuk SMP, math berasa jadi musuh. Enggak tahu karena faktor apa, tiap mata pelajaran ini bawaannya pengen sombong alias enggak mau dengarin guru yang lagi ngajar. Alhasil, jadi paling bungul di kelas kalau masalah pelajaran ini.

Anehnya, aku suka fisika. Tapi enggak pinter. Cuma suka aja. Padahal kata orang orang kalau suka fisika pasti suka math. YAY aku berhasil mematahkan teori itu.

Okay back to story, saat SMA kelas dua, seperti biasa di sekolah mengadakan seleksi KSM alias Kompetisi Sains Madrasah tiap tahunnya. Di kelas pun heboh banget. Kenapa heboh? Karena kelasku adalah jurusan bahasa dan mayoritas adalah sains haters. Wkwk. Gimana ceritanya diwajibkan untuk ikut kompetisi sains?

Awalnya, aku enggak tahu siapa yang memutuskan agar yang ikut kompetisi dipilih dari siswa/i yang dapat ranking 10 besar. But, karena aku enggak terlalu suka bersua di kelas, so aku ngikut aja kemauan polling terbesar.

Pas tahu ketentuan itu, aku secara otomatis milih pengin ikut apa, karena nyadar diri sama ketentuan kesepakatan mayoritas tadi.
Daaaan akhirnya aku memutuskan memilih biologi. Namaku sudah ditulis di papan tulis sebagai peserta KSM sekolah yang mengikuti seleksi biologo. But..... tiba-tiba banyak banget yang minat biologi ternyata.

Karena pada bising, aku memutuskan hengkang dari bubuhan biologi dan pilih kimia.

SONGONG PARAH PADAHAL MANA BISA KIMIA. WKWKWKWK-IN AJAH.

Kenapa aku berani pilih kimia? Karena dari awal emang i have no ambisi buat menang di kompetisi yang basically bukan minatku. Sama sekali enggak punya ambisi, dalam kata lain, 'yaudahsih, ini cuma formalitas, yang penting ikutan, wakilin kelas, daripada nyari masalah lagi sama guru,' gitu.

Eits. Fyi, meskipun kelasku bahasa dan diwajibkan tetap ikut kompetisi sains, cuma aku di kelas yang sans banget enggak ada belajar, enggak ada persiapan sama sekali. Ya karena tadi, aku enggak minat banget sama yang bukan bidangku.

Aku lihat teman-teman di kelas pada belajar kimia, biologi, fisika, and math padahal aku tahu sebenarnya mereka enggak suka itu. Ya meskipun memang ada beberapa yang ambisinya besar, karena mungkin di kelas 10 mereka suka matpel tersebut.

Saking santainya, aku ditegur sama teman-teman. Gini percakapannya:

F: fira
T2: teman teman

T2: fir ikut kimia?
F: iya
T2: udah belajar?
F: ntar gak ngisi soal kok
T2: kenapa?
F: kan aku gak ngerti.......(kemudian ketawa sendiri)

Mungkin teman-teman pada heran kenapa bisa aku sesantai ini padahal bisa dibilang kompetisi ini agak serius wkwkwkwwkwk. Bomat.

Well.. hari kompetisi pun tiba.
Tapi tiba-tiba teman ada yang ngajak tukeran, aku jadi math.
Yaudah aku iya-in.
Menurutku, mungkin rada bisa kalau ngerjain math. Songong abis.

Pengumuman pun berkumandang tanda menyuruh kami menempati kelas kompetisi sesuai bidang masing-masing.

Dengan santainya aku nyari kelas matematika. Jalan sendirian kayak enggak punya dosa, berasa anak pinter banget gitu, padahal..... aku ni apadah. Atau bahasa gaulnya, QNPDH... HM.

Ternyata aku telat masuk kelas. Wkwkwkwk.
Semuanya udah pada serius ngerjain soal.
Dan semuanya anak ipa yang pinter-pinter, kebanyakan temanku dikelas 10-2.
Konon katanya 10-1 sampai 10-3 itu anaknya pilihan, alias pinter-pinter. Katanya sih gitu,
Kalau emang itu benar adanya, keknya aku cuma nyasar disitu.
Atau jangan-jangan ketuker gitu namaku sama siswa lain. Wkwkwk. Bomat.

Dengan percaya diri aku ambil kertas soal, kertas jawaban, dan kertas coretan di meja pengawas.
Ahayde.
Biasa aja.
Gak deg-degan.
Padahal sudah janjian sama teman kelasku untuk kerja sama pas ngerjain soal,
Tapi ternyata tempat duduk kita berjauhan dan enggak support buat nyontek.
Alhamdulillah, enggak jadi nambah dosa waktu itu.

Tepat di sampingku adalah cowok teman sekelasku dulu, doi anak ipa. Emang pinter itung menghitung. Di depanku juga cewek teman sekelasku dulu, apalagi yang satu ini, pintar sangadh kalau itung-itungan.

Tapi kenapa sepanjang lomba mereka diskusi?
Harusnya kalau pinter bidang itu kannnn fokuuuuuus wkwkwkwk.
Lagian, kompetisi ini kan buat nyari siapa yg pantes buat dikirim untuk mewakili sekolah ke tingkat kota, lalu provinsi.

Dah. Lanjut.
Ternyata, soalnya biasa aja.
Aku bilang biasa aja, karena aku enggak ngerti.
Gak deng, ada beberapa soal basic yg aku pahami.
Soalnya kayak waktu UN SMP ku, yang nilai mathnya dapat 6,9.
Wkwkwwkwkwkwkwwkwkw. Ngaqaq onlen.

Aku ngerjain semampuku. Aku tulis semua yang aku tahu.
Aku tulis caranya dengan detail dan penuh dengan ke-sok-tahuanku.
Rumus gak nyambung sama soal.
Soalnya apa, rumusnya apa.
Ibaratnya soal logaritma, aku jawab pake rumus pitagoras.
Bodooooooamaatttt hahahaha.
Gakdenh. Canda.

Serius, aku enggak suka math.
Bisa dibilang benci.
Tapi aku sadar benci enggak ada gunanya, enggak dapet pahala, huhu.
Sayang sekali.
Kalau benci dapat pahala, mungkin dosaku ketutup sama pahala yang aku dapat dari membenci. Hahaha.
Naudzubillaah.

Waktu habis.
Aku mengumpulkan hasil kerja keras sotak-ku ke pengawas.
Dan langsung kembali ke kelas tanpa ada risau sedikitpun.
Beda sama anak-anak pinter yang niat, yang menyesali perbuatannya,
Like... "ISH, TADI TUH JAWABANKU SALAH. HARUSNYA TUH GINIGINIGINI,"
EWH.
aku anti sama perkataan itu.
Yaudahlahya, kalau udah dikumpul mana bisa dibenerin lagi. Ngeluh aja sana sama dinding, siapa tau digubris.

Beberapa hari kemudian, pengumuman dikumandangkan saat upacara bendera hari senin.
Ingin berkata ya ampun, ternyata aku juara tiga meeeeeeennnnn.
Deg-degan parah. Biasanya kalau menang itu seneng, lah ini malah takut. Keringat dingin.

Gimana gak takut? Kalau aku menang, tandanya aku harus ikut seleksi tingkat kota dong. HAHAHAHAAHAHAHAH ketawa like devil.

But, sokay, jalanin aja, pasti ada hikmahnya.

Dan hikmahnya adalah, aku belajar diantara orang-orang pinter di sekolah.
Hoaaaaaaam.
Aku enggak suka belajar.
Disaat teman-teman yang lain pulang, aku malah disuruh belajar di perpustakaan.
No, ini bukan aku banget.
Aku suka belajar, tapi sendirian, di kamar.
Di kelas aja aku malas belajar, gimana kalau privat sama anak-anak pinter gini?
Yak, kalian bisa merasakan gimana rasanya jadi aku. Capek makan ati.

Aku tahu, mereka pada kaget aku menang math, soalnya aku anak bahasa, bukan anak ipa. Wkwkwwkwkwwkwk.
But, aku juga gak bisa sombong, karena ini menang malah jadi cobaan dari Allah, teguran, biar disuruh belajar matematika lebih serius, enggak boleh males

Aku jalani aja semuanya dengan ikhlas, lumayan dapat pengalaman ikutan kompetisi sains yekaaannn.
Waktu itu, seleksi tingkat kotanya di MAN 1 Samarinda. Wow, betapa terkejutnya diriku mendapati pemandangan anak anak berkacamata tebal alias minus eh salah, pinter kalau kata orang orang.

Alhamdulillah, minusku 1,5 , aku pinter juga dong? Wkwkwwk. You wish fir.
((Mata minus gara2 kebanyakan scroll beranda fesbuk since 2010 dengan jarak 3cm antara mata dengan layar pc warnet)) ((yakale)) becanda gaes.

Alhamdulillaah, ternyata masih ada yang lebih parah dari aku yha.
Aku bisa ngerjain lima soal dari 15 soal.
Di sebelah aku, cuma ngerjain dua soal, itupun sambil ngos-ngosan dia, hufff.
Ya meskipun keknya jawabanku salah semua, seenggaknya aku ngerjain yang aku bisa dan enggak pake ngeluh, karena sekalu lagi aku tegaskan, aku enggak punya ambisi untuk menang.
Aku biarkan orang yang berbidang ini untuk menang, karena mereka lebih pantas memperjuangkan apa yang menjadi hobi dan bidang mereka.

Intinyaaaaa, setiap cerita selalu ada hikmahnya.
Wkwkwwkwkwkw.
Lucu juga kalau ingat kisah gaje masa SMA yang satu ini,
sayang kalau enggak diceritain.
Wkwkwwkwkwwkw.
Ketawa sampe ngantuk.
Bye.

Wassalam.






Rabu, 09 Agustus 2017

Hirup Sendiri Asap Rokoknya, Gak Usah Bagi-bagi!


"Boleh ngerokok, tapi hirup sendiri asapnya. Gak usah bagi-bagi, saya gak butuh."

Seketika perkataan itu membuat mas-mas yang duduk di samping saya menoleh dengan tatapan sinis. Tanpa menjawab apa-apa, mas-mas ganTENK itu langsung membuang putung rokoknya.

Terdengar sedikit kasar memang, tapi perbuatannya memang sangat tidak lazim menurut saya. Bagaimana tidak, mas-mas itu merokok di dalam bus yang kaca jendelanya hanya terbuka sedikit. (Saat itu kondisi hujan, jadi semua kaca tertutup).

Kenapa saya bilang tidak lazim? Karena bus adalah kendaraan umum. Banyak orang di dalamnya, meliputi seluruh kalangan. Mas-mas tersebut merokok di belakang seorang nenek, ibu-ibu dan anaknya yang masih kecil, dan juga di samping saya! (jaraknya sangat dekat, tak ada pembatas tempat duduk yang membatasi kami). Masa iya mas-mas tersebut enggak mikir kalau itu asapnya mengarah ke depan dan langsung terhirup oleh kami.

Berkali-kali anak kecil itu batuk dan ibunya mencoba untuk menutup mulut anaknya. Sebagai kode, saya juga menutup mulut saya menggunakan jilbab dan sesekali mengayunkan tangan tanda risih terhadap asap rokok itu.

Karena sudah sangat kesal, saya berani speak up karena bukan hanya anak itu yang batuk, nenek itupun juga. Jelas saya tidak terima. Meskipun nenek, ibu, dan anaknya itu bukan keluarga saya, namun saya tahu benar rasanya kalau batuk gara-gara kena asap rokok.

"Mas, boleh ngerokok, tapi hirup sendiri asapnya. Enggak usah bagi-bagi, saya enggak perlu," ucapku serius.

So, disini saya bukan pembualan atau sok-sokan mau kampanye anti rokok. Saya memang tidak berhak untuk melarang siapapun untuk merokok. But, please. Tiap orang punya hak untuk menghirup udara bersih, bukan asap nikotin. Tiap orang punya pendirian. Saya bisa hargai orang yang merokok dengan cara menjauh tanpa nyinyir. Tapi kalau dalam keadaan bus yang sedang dalam perjalanan jauh, saya mau kemana? Pindah tempat duduk hanya karena mengalah sama situ? Haha, Big no. Saya punya hak! (lagian saya yang duluan dapat tempat duduk tersebut).

Saya yakin setiap manusia punya kepintaran dan bisa berpikir untuk bahkan hal yang sekecil itu saja. Boleh ngerokok, tapi lihat kondisi juga. Bukan mau sok iye, cuma yaa gitu deh. Pengin aja curhat masalah asap ini dan semoga bisa jadi pelajaran bagi kita semua.

Jangan pernah menyepelekan kesehatan. Jangan sampai membiarkan diri dzolim terhadap diri sendiri, apalagi sama orang lain. Naudzubillaahimindzalik.

Mungkin bakal ada yang berkomentar "kalau gak mau kena asap rokok gak usah naik kendaraan umum", itsokay,  tiap orang bebas berkomentar. Sama halnya dengan saya,  saya juga bebas untuk komen.  Adil kan,  hehe.

Peace,  calm,  and love yourself hahaha😅